Meskipunkeduanya hidup sendiri-sendiri, tetapi dengan hidup pada lumut kerak lebih menguntungkan bagi keduanya, karena mereka mampu hidup pada substrat atau tempat yang organisme lain tidak dapat hidup, misalnya batu. Karena mampu hidup pada batu-batuan, Lichenes ini dikatakan sebagai organisme perintis yang mampu hidup di atas batu.
Jawaban ✅ untuk KONDISI MAHLUK HIDUP YANG KEKURANGAN PIGMEN/ZAT WARNA TUBUH dalam Teka-Teki Silang. Temukan jawaban ⭐ terbaik untuk menyelesaikan segala jenis permainan puzzle Di antara jawaban yang akan Anda temukan di sini yang terbaik adalah ALBINO dengan 6 huruf, dengan mengkliknya Anda dapat menemukan sinonim yang dapat membantu Anda menyelesaikan teka-teki silang Anda. Solusi terbaik 1 0 Apakah itu membantu Anda? 0 0 Frasa Jawaban Huruf Kondisi Mahluk Hidup Yang Kekurangan Pigmen/Zat Warna Tubuh Albino 6 Bagikan pertanyaan ini dan minta bantuan teman Anda! Apakah Anda tahu jawabannya? Jika Anda tahu jawabannya dan ingin membantu komunitas lainnya, kirimkan solusi Anda Serupa
Lingkunganhidup adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dan berhubungan timbal balik. Lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang antara makhluk hidup dan komponen abiotik lainnya. Interaksi antar lingkungan alamiah dan sekitarnya membentuk sistem ekologi ( ekosistem ). [1] Lingkungan memegang peranan sebagai habitat
- Black panther atau macan kumbang memiliki nama latin Panthera Pardus Melas. Black panther atau macan kumbang cukup langka. Karena berwarna hitam dengan kemampuan berburu mangsa yang luar biasa, macan kumbang dijuluki dengan sebutan "the ghost of the forest" atau hantu hutan rimba. Disebut hantu lantaran macan kumbang memiliki warna hitam pekat, yang membuatnya tak terlihat mata hewan lain jika berkeliaran di malam dari Ripleys, banyak orang mengira macan kumbang atau black panther adalah spesies kucing besar tersendiri yang berbeda dari spesies macan tutul, jaguar dan lain-lainnya. Padahal black panther adalah spesies yang sama, hanya saja ia mengalami kelainan pigmen yang dinamakan melanisme. Baca juga Beberapa Penyebab Binatang Bisa Hidup Ratusan Tahun Apa itu melanisme? Macan kumbang sebenarnya adalah macan tutul atau jaguar yang memiliki kelainan pigmen melanisme. Di Afrika dan Asia, macan kumbang yang ditemukan adalah jenis macan tutul yang mengalami melanisme. Sedangkan di Amerika tengah, selatan dan utara, jenis macan kumbang yang ada adalah jaguar yang mengalami melanisme. Unsplash/Mana5280 Melanisme yang terjadi pada black panther membuat matanya berwarna jenis macan kumbang ini juga memiliki bintik atau motif layaknya jaguar dan macan tutul, hanya saja motif ini tak terlihat karena tertutup pigmen bulu dan kulit yang sangat gelap pekat. Melanisme atau melanistik adalah kebalikan dari albinisme atau albino. Dalam albinisme, yang terjadi adalah adanya kelainan pada produksi melanin dalam tubuh sehingga pigmen kulit menjadi sangat kurang dan membuat manusia atau hewan memiliki kulit yang berwarna sangat pucat, putih dan terang. Sedangkan dalam melanisme, terjadi mutasi genetik pada Agouti Signalling Protein ASP atau pada gen Melanocortin-1. Kedua gen ini adalah properti yang mempengaruhi melanin dan pigmen macan kumbang, mutasi ini membuat produksi melanin menjadi sangat berlebihan, sehingga membuat kulit dan bulu yang tumbuh menjadi berwarna hitam, pekat dan gelap. Produksi melanin berlebih ini juga membuat mata macan kumbang menyala kuning terang. Sebaliknya, makhluk hidup yang mengalami albinisme biasanya memiliki mata dengan warna merah atau merah muda. Baca juga Binatang-binatang yang Kecerdasannya Menyamai Manusia Hewan-hewan yang mengalami melanisme Melanisme bisa terjadi pada binatang apa saja. Selain terjadi pada macan tutul dan jaguar, melanisme juga bisa terjadi pada penguin, tupai, kucing, burung, kura-kura, kelinci, buaya juga serigala. Unsplash/Cory Thorkelson Serigala yang mengalami melanisme juga memiliki bulu hitam dan mata berwarna kuning Brightside, melanisme bisa lahir dari orang tua dengan pigmen yang normal. Dan sebaliknya, macan kumbang hitam pekat bisa melahirkan macan tutul dengan warna kuning terang yang normal. Terkadang dalam satu kehamilan, bisa didapati dua bayi macan tutul dengan kondisi pigmen berbeda, satu normal dan satunya lagi dalam kondisi pigmen berlebihan. Jika albinisme seringnya terjadi pada binatang berkelamin betina, melanisme justru lebih sering terjadi pada binatang jantan. Ada banyak keuntungan dari kelainan pigmen ini. Bagi predator seperti black panther, warna hitam pada tubuhnya bisa menyatu dengan warna malam dan membuat mereka lebih mudah memangsa hewan buruan. Sedangkan melanisme pada reptil, bisa membuat mereka menjaga suhu tubuh tetap hangat di cuaca yang tengah dingin sekalipun. Baca juga Macan Tutul Jawa Terekam Kamera di Gunung Sanggabuana, Karawang Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Penelitianini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan para guru SDN 1 Sukabumi Kota Bandar Lampung mengenai pembelajaran tematik terpadu. Metode yang digunakan adalah model lesson study berbasis sekolah (LSBS). Model LSBS terdiri NilaiJawabanSoal/Petunjuk ALBINO Kondisi Makhluk Hidup Yang Kekurangan Pigmen MANUSIA Mahluk hidup paling sempurna MUTAN Mahluk hidup yang mengalami mutasi ADAPTASI Penyesuaian mahluk hidup terhadap lingkungannya NAPAS Salah satu ciri-ciri mahluk hidup EKOSISTEM Sistem ekologi hubungan mahluk hidup dengan lingkungannya ALBIT Kurangnya pigmen kulit karena kekurangan enzim tirosinase IMPLAN Bahan buatan yang ditempelkan pada suatu mahluk hidup AKAPNIA Kondisi kekurangan karbon dioksida dalam jaringan dan darah ALBINISME Kondisi genetis berupa tidak adanya pigmen pada kulit BIOTIK Komponen ... komponen lingkungan yang terdiri atas mahluk hidup ANDAN Orang yang kulitnya putih karena kekurangan pigmen, bulai, albino EKOLOGI Ilmu tentang hubungan timbal balik antar mahluk hidup dan lingkungannya BULAI Putih seluruh tubuh dan rambutnya karena kekurangan pigmen; balar; sabun TAKSONOMI Cabang biologi yang mengelompokan mahluk hidup berdasarkan persamaan dan perbedaan sifatnya AKAL ... budi yang dimiliki manusia tapi tidak dimiliki mahluk hidup lainnya GENUS Salah satu bentuk pengelompokan kalsifikasi mahluk hidup yang tingkatnya di atas spesies ENTOZOIK Keadaan atau cara hidup dalam tubuh mahluk hidup lain seperti amuba yang hidup dalam tubuh binatang atau manusia KOMENSALISME Biol kondisi yang memungkinkan binatangbinatang atau tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam hidup bersama, umumnya dengan makanan yang sama, tanpa banyak saling memberi efek KESUKARAN 1 n hal keadaan dsb sukar; kesulitan; ke susahan banyak ~ yang dapat diatasi; 2 v menderita susah, kekurangan, kemiskinan, dsb hidup mereka selalu dalam TERSESAK 1 terasak atau terdesak hingga menjadi sukar, sulit, dsb; terjepit tt kehidupan dsb ~ hidup, hidup dalam kesukaran; ~ padang ke rimba ke tebing... PANDAI 1 cepat menangkap pelajaran dan mengerti sesuatu; pintar; cerdas anak itu -, rajin, dan jujur; 2 mahir; cakap; dapat sanggup anak itu sudah - mem... MENUMBUHKAN ...buhan yang dapat menunjukkan karakteristik khusus kondisi tanah atau daerah; ~ semusim Tan tumbuhan yang mempunyai daur hidup yang lengkap selama kura... WAWASAN ...i dan lingkungan dengan memperhatikan sejarah dan kondisi sosial budaya serta memanfaatkan konstelasi geografis guna menciptakan dorongan dan rangsang... MATI 1 sudah hilang nyawanya; tidak tumbuh lagi tt tumbuh-tumbuhan pohon jeruk itu sudah - ,akarnya pun sudah busuk, 2 tidak mempunyai nyawa; tidak pe... Undangundang RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merumuskan bahwa lingkungan merupakan kesatuan ruang yang semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. NilaiJawabanSoal/Petunjuk ALBINO Kondisi Makhluk Hidup Yang Kekurangan Pigmen EMAS MAS 1 logam mulia logam yang mahal harganya, berwarna kuning mengkilap biasa dibuat perhiasan seperti cincin, kalung; 2 ki uang; harta duniawi; 3 ki ua... SUSU Air yang berwarna putih BUNGA Bagian tumbuhan biasanya berwarna elok dan harum MATA 1 alat pancaindaria pd muka manusia atau binatang yang digunakan untuk melihat; indaria untuk melihat; indaria penglihat; 2 sesuatu yang menyerupai m... AMO Tungau berwarna putih, berjalan cepat, hidup di sekam padi MUTIARA Bola Bola Berwarna Putih Mengkilap Biasanya Dijadikan Kalung ANDAN Orang yang kulitnya putih karena kekurangan pigmen, bulai, albino DALMATIAN Jenis ras anjing, biasanya bulunya berwarna putih dengan bintik-bintik hitam KLEM Paku penjepit kabel berbentuk seperti huruf n, biasanya berwarna putih BULAI Putih seluruh tubuh dan rambutnya karena kekurangan pigmen; balar; sabun BLEKOK Burung bangau berwarna kuning putih atau coklat, hidup di daerah pertanian berawa berair, Ardeola speciosa TELEKUNG Kain selubung berjahit biasanya berwarna putih untuk menutup aurat wanita Islam pd waktu salat; mukena ABU-ABU Warna kelabu; warna seperti abu kayu terbakar, terjadi dengan mencampur pigmen hitam dan putih sama banyaknya; keabu-abuan berwarna agak kelabu; mendekati warna kelabu ALBINOID 1 kerbau atau sapi yang berkulit putih, tidak berpigmen, tetapi tanduk dan kukunya berwarna hitam karena masih mengandung pigmen sapi - 2 mirip orang bulai CENDAWAN Bio golongan jamur tidak berdaun, dan membiak dengan spora yang besar, umumnya berbentuk payung banyak macamnya seperti; sebagai - dibasuh dises... UBAN Rambut berwarna putih LESI Pucat PALLADIUM Logam berwarna putih SERBAPUTIH Semuanya berwarna putih SOTONG 1 hewan laut yang termasuk golongan moluska, kelas Cephalopoda, tidak bertulang belakang, menggunakan kepala sebagai alat untuk bergerak, mempunyai s... SEPAT Ikan yang hidup di air tawar berbentuk pipih, bersisik halus, berwarna keperak- perakan, biasanya dijadikan ikan kering atau ikan asin; bagai anak -... TIKAR Anyaman daun pandan, mendong, dsb untuk lapik duduk tidur, salat, dsb; ganti menggantikan - lepas bantal berganti -, pb mengawini istri kakak... BENDERA Sepotong kain yang berbentuk segi empat atau segitiga, biasanya diikatkan pd tiang, dipergunakan sebagai lambang negara, per-kumpulan, atau tanda; pa... JAMBU Pohon, bercabang banyak, daunnya meter, bunganya berwarna putih atau kehijauan dan berambut halus yang menjadi kering cokelat atau hitam ketika bunga... perkembanganpada makhluk hidup. Siswa mampu mempresentasikan hasil diskusi kelompok kecil dan menyimpulkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan pada makhluk hidup. B. Langkah-Langkah Pembelajaran Alokasi Waktu Kegiatan Deskripsi Kegiatan 1. Pendahuluan Orientasi Membuka kegiatan dengan 2 menit mengucapkan salam, berdo'a dan menanyakan kabar Jumlah pigmen atau melanin pada kulit menentukan warna kulit seseorang. Pada beberapa kondisi, produksi melanin bisa terganggu sehingga membuat warna kulit berubah. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh banyak hal, dan salah satunya adalah kelainan pigmen. Warna kulit manusia sangatlah beragam. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dan kondisi lingkungan yang memengaruhi pigmen atau jumlah melanin dalam tubuh. Jika jumlah melanin dalam tubuh terlalu banyak, warna kulit akan semakin gelap. Sebaliknya, jika tubuh memiliki sedikit melanin, warna kulit akan terlihat lebih pucat. Tak hanya warna kulit, melanin juga berperan dalam memberi warna gelap pada rambut dan mata. Beragam Jenis Kelainan Pigmen Melanin dihasilkan oleh sel-sel yang disebut melanosit pada lapisan epidermis kulit. Namun, sel-sel tersebut dapat mengalami kerusakan, baik akibat paparan sinar matahari, efek samping pengobatan, atau kondisi medis tertentu. Ketika melanosit rusak, produksi melanin bisa terganggu dan dapat memengaruhi warna kulit. Kondisi ini disebut juga kelainan pigmentasi. Kelainan pigmentasi terdiri dari berbagai jenis. Ada yang hanya memengaruhi sebagian kecil area kulit, tetapi ada juga gangguan pigmentasi yang menyerang seluruh tubuh. Berikut ini adalah beberapa kelainan pigmen yang umum terjadi 1. Melasma Melasma ditandai dengan munculnya bercak hitam di bagian tubuh yang sering terpapar sinar matahari, seperti kulit wajah, leher, dan tangan. Kondisi ini diketahui lebih umum terjadi pada wanita, meski bukannya tidak mungkin pria juga mengalaminya. Jika terjadi pada wanita hamil, melasma disebut juga chloasma. Kondisi ini dapat hilang dengan sendirinya setelah masa kehamilan selesai atau bisa juga diobati dengan krim kulit. Apabila menderita melasma, Anda disarankan untuk tidak terlalu sering atau terlalu lama terpapar sinar matahari. Lindungi kulit dengan mengoleskan tabir surya SPF 30 atau lebih sebelum beraktivitas di luar ruangan. Jangan ragu untuk berobat ke dokter spesialis kulit jika kondisi ini tidak membaik. 2. Vitiligo Vitiligo merupakan salah satu penyakit autoimun yang menyerang sel penghasil pigmen. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya melanin di area kulit tertentu, seperti lengan, wajah, dan bagian lipatan tubuh. Vitiligo biasanya ditandai dengan munculnya bercak putih pada kulit. Selain itu, kondisi kelainan pigmen ini juga disertai dengan munculnya uban di rambut, bulu mata, alis, atau jenggot sebelum usia 35 tahun Kondisi ini terkadang juga menyebabkan berubah atau hilangnya warna pada retina dan jaringan yang melapisi bagian dalam mulut dan hidung. 3. Albinisme Albinisme merupakan kelainan genetik yang menyebabkan tidak berfungsinya sel melanosit. Adanya kelainan genetik tersebut membuat kulit, rambut, atau mata pada penderita albinisme menjadi tidak berwarna karena tidak memiliki melanin. Tak jarang kondisi ini juga menimbulkan masalah pada penglihatan. Belum ada pengobatan yang dapat mengatasi albinisme. Meski demikian, ada beberapa hal yang dapat dilakukan penderitanya agar kondisi yang dialami tidak memburuk, seperti menggunakan tabir surya setiap saat. Hal ini penting dilakukan karena kulit penderita albinisme lebih berisiko rusak akibat paparan sinar matahari atau bahkan menderita kanker kulit. 4. Hiperpigmentasi pascainflamasi Kondisi ini ditandai dengan berubahnya warna kulit menjadi lebih gelap atau lebih terang setelah mengalami peradangan atau iritasi. Hiperpigmentasi pascainflamasi dapat dipicu oleh infeksi kulit, luka bakar, atau paparan zat iritatif yang merusak kulit. Meski demikian, kondisi ini biasanya akan membaik dengan sendirinya dalam waktu beberapa bulan. Selain mengganggu tampilan kulit, kelainan pigmen tertentu dapat bersifat serius dan membutuhkan penanganan langsung oleh dokter. Oleh karena itu, bila Anda melihat adanya bercak hitam atau putih yang muncul secara tiba-tiba dan bertambah luas dengan cepat, bentuknya tidak teratur, atau bahkan mengeluarkan darah, segera periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Ekosistemyang diamati adalah ekosistem darat, dengan objek yang diamati berasal dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik dapat berupa benda mati atau apa saja yang tidak hidup yang ada dalam ekosistem tersebut. Sedangkan komponen biotik merupakan komponen yang berupa makhluk hidup yang terdapat pada ekosistem tersebut.
Journal List J Anim Sci Biotechnol 2019 PMC6745769 J Anim Sci Biotechnol. 2019; 10 75. Yumei Zhao, Gang Tian, Daiwen Chen, Ping Zheng, Jie Yu, Jun He, Xiangbing Mao, Zhiqing Huang, Yuheng Luo, Junqiu Luo, and Bing YuAbstractBackgroundThis study was conducted to determine the effects of different dietary protein levels and amino acids supplementation patterns in low protein diets on the growth performance, carcass characteristics and nitrogen excretion in growing-finishing barrows ± kg were randomly assigned to 7 diets. Diet 1 the high crude protein diet with balanced for 10 essential amino acids EAAs. Diet 2 the medium crude protein diet with 2% approx decreased protein level of Diet 1 and balanced 10 EAAs. Diet 3 the low crude protein diet with 4% decreased protein level of Diet 1 and balanced 10 EAAs. The protein levels of Diet 4, 5, 6 and 7 were the same as that of Diet 3. Diet 4 was only balanced for lysine Lys, methionine Met, threonine Thr and tryptophan Trp; Diet 5 and 6 were further supplemented with extra isoleucine Ile or valine Val, respectively; Diet 7 was further supplemented with extra Ile + the 112 days trial, the reduction of dietary protein by 2% or 4% with balanced10 EAAs significantly decreased nitrogen excretion P In low protein diet, Val supplementation significantly increased body weight gain at 25–50 kg phase P The total N excretion of pigs supplemented with only Lys, Met, Thr and Trp was numerically higher than that of pigs fed with extra Ile, or Val, or Ile + Val low protein diet, Val is more required than Ile in the early growing phage 25–50 kg, while Ile becomes more required in the late growing and finishing phage 75–125 kg.Electronic supplementary materialThe online version of this article contains supplementary material, which is available to authorized Growing-finishing pigs, Growth performance, Isoleucine, Low protein diets, Nitrogen excretion, ValineBackgroundOn the economic and environmental perspectives, the reduction of dietary crude protein and the supplementation with crystalline amino acids were the effective strategies for the swine industry to reduce the cost and pollution [1, 2]. It has been reported that the total N excretion is reduced by approximately 8% for every 1 % unit reduction in dietary CP [3]. Previous studies showed that the 4% reduction of CP in diet does not influence growth performance in pigs from growing to finishing when supplemented with crystalline Lys, Trp, Thr and Met [4–7]. However, the opposite result was reported thatreducing dietary protein by 4% and supplementing Lys, Trp, Thr and Met decrease the average daily gain ADG in 20–50 kg pigs [8]. Moreover, reducing dietary protein levels by 5% in 20–50 kg pigs, significantly decreases growth performance [9], probably due to the deficiency of other essential amino acids EAAs in the low protein EAAs were required in pigs for the maximum of nitrogen deposition [10]. However, it was impossible to balance 10 EAAs in diets due to the high cost. Thus, supplementation of the first four limiting amino acids Lys, Met,Trp and Thr or even fewer is a common strategy in pig production. As mentioned, when the dietary protein level was reduced by more than 4%, the supplementation of the only first four limiting amino acids might affect the growth performance in growing-finishing pigs [8, 9, 11]. Thus, it is necessary to find an economical supplementation pattern that can ensurethe normal growth of pigs. Val and Ile are the fifth and sixth limiting AA in growing-finishing pigs [12]. Val, Ile and leucine Leu are branched-chain amino acids and play important roles in protein deposition and normal physiological functions in the body. Due to the similar structure, branched-chain amino acids compete with each other for the absorption, transportation and degradation [13]. In diets with corn as the main ingredient, Leu content generally exceeds the needs of pigs, which may decrease the decomposition of Val and Ile and exacerbate the lack of these two amino acids [14, 15]. Several studies have investigated the effects of Val and Ile in low protein diets on the growth performance of piglets and growing pigs [12, 16–18]. However, there are limited data available in finishing objective of this experiment was to estimate the effects of different dietary protein levels and amino acids supplementation patterns including Val and Ile in low protein diets on growth performance, carcass characteristic and nitrogen excretion of the growing-finishing animals and dietsThe experiment was conducted in the Metabolism Laboratory of the Institute of Animal Nutrition, Sichuan Agricultural University Yaan, China.A total of 42 barrows [Landrace×Yorkshire × Duroc; initial body weight ± kg] were randomly allotted to seven diets based on the initial weight n = 6. The trial lasted 112 days and was divided into four weight phases 25–50 kg, 50–75 kg, 75–100 kg and 100–125 kg. The 7 diets were Diet 1, the high crude protein diet HCP, protein levels in the four phases were and respectively, and balanced for 10 EAAs; Diet 2, the medium crude protein diet MCP, based on the NRC 2012 recommendation, protein levels in the four phases were and respectively, and 10 EAAs were balanced. The dietary protein level of Diet 3, 4, 5, 6 and 7 the low crude protein diets, LCP was decreased by 4% on the basis of Diet 1. Additionally, Diet 3 balanced for 10 EAAs; Diet 4 only balanced for Lys, Met, Thr and Trp; Diet 5 and 6 were further supplemented with extra Ile or Val, respectively; Diet 7 was further supplemented with extra Ile + Val. The NE level of Diet 1 and Diet 2 was MJ/kg according to NRC 2012 [19]; the NE level of Diet 3, 4, 5, 6 and 7 was MJ/kg according to the results of Yi et al. [8], which found that the NE level should be reduced to obtain optimal carcass characteristics in low protein diet. All pigs were individually housed in stainless-steel metabolism crates m × m × m.Experimental diets were mainly composed of corn, wheat bran, soybean meal and rapeseed meal. Dietary protein level was reduced by replacing part of soybean meal with corn and wheat bran. Experimental diets were formulated on the basis of the standardized ileal digestible amino acids and NE system. Feed ingredients samples were collected for crude protein and amino acid analysis before the feed formulation, and the standard ileal digestible amino acid of the diets was calculated according to the standard ileal digestibility in the Table of China Feed Composition and Nutritional Value 25th ed., 2014. Nutrients in the diets met or exceeded the nutrient requirement recommended by NRC 2012 except dietary CP and NE Table 1 and Additional file 1 Table S1-S4. Limitation order of EAAs in low protein diets showed in Table 2. Table 1Nutrient levels of dietsWeight phaseNutrientHCP3MCP4 − 2%LCP5 − 4%25–50, kgCP1, % MJ/ kgCP, % MJ/ kgCP, % MJ/ kgCP, % MJ/ 2Limitation order of essential amino acids in low protein dietsItem25–50, kg Phase50–75, kg Phase75–100, kg Phase100–125, kg PhaseFirst limiting AALys %Lys %Lys %Lys %Second limiting AAMet %Thr %Thr %Thr %Third limiting AAThr %Trp %Trp %Trp %Fourth limiting AATrp %Met %Met %Ile %Fifth limiting AAVal %Ile %Ile %Met %Sixth limiting AAIle %Val %Val %Val %Seventh limiting AAHis %His %Phe %Eighth limiting AAPhe %Phe %His %The percentages in parentheses represent the ratio of the amino acids content in the low protein diet−4% without addition of synthetic amino acids to the NRC 2012 recommendationPigs were fed at 800, 1400 and 2000 ad libitum with free access to water. Pigs were individually weighed at each weight phase shift, and the daily feed consumption of each pig was recorded. The data was used to calculate average daily feed intake ADFI, average daily gain ADG and feed-to-gain ratio F /G ratio.Nitrogen balance andammonia emissionstudyIn the last four days of each phase, all pigs were subjected to a 4-day total faeces and urine collection. At the end of the collection period, four day’s fecal samples from each pig were pooled. 500 g fecal sample was dried in a forced-draft oven at 65 °C, grounded through a sifter, and kept at − 20 °C for further analysis. Urine was collected and recorded daily at the same time as the faecal collection. At the end of the collection period, four day’s urine samples from each pig were pooled, and a 100 mL subsample stored at − 20 °C for further analysis. Additionally, on the last day of the collection, fresh feces 100 g and urine 100 mL from each pig were immediately placed into a 10-L bucket. The ammonia concentration in the bucket at 0 h and 4 h were measured by portable ammonia detector APES-NH3200-H, Empaer, Shenzhen, China.Blood sample collectionAt the end of the trial day 113, blood samples were collected via jugular vein puncture after a 12-h overnight fasting. Blood samples were centrifuged 3,000×g for 15 min at 4 °C and serum samples were stored at − 20 ° of carcass characteristics and organ indexAfter blood sampling, all pigs were slaughtered following a standard procedure at the end of the trial. After exsanguination and evisceration, carcass was split through the midline, and the hot carcass weight including kidney and leaf fat was recorded to calculate dressing percentages. Internal organs were removed and weighed to calculate organ index, which is the percentage of the organ weight to the live weight of the pig. The other carcass traits were measured obtained from the left side of the carcass, including average backfat thicknesses average of first- rib, last-rib and last-lumbar fat thickness, carcass length and loin-eye area The measurement position of loin-eye area is the cross-section of the longissimus dorsi muscle at the junction of the thoracolumbar segment, and the measurement method is used a vernier caliper to measure the maximum height and width of the eye muscle, and the calculation formula is loin-eye area = length × width × analysis of samplesFor determining nitrogen-balance, crude protein of experimental diets, faeces and urine samples were analyzed according to AOAC 984. 13 [21].The concentration of serum urea nitrogen SUN, total protein TP and albumin ALB were analyzed using assay kits according to the manufacturer’s instructions Nanjing Jiancheng Bioengineering Institute, China.Ammonia nitrogen NH3-N concentration in serum and faeces was determined spectrophotometrically according to Nessler reagent with yellow coloring and photometering at a wavelength of 420 measurements were determined in analysisDiet 1, diet 2 and diet 3 groups were compared to explore the effect of different dietary protein levels in the same amino acid supplementation pattern, diet 3, diet 4, diet 5, diet 6 and diet 7 groups were compared to explore the effect of different amino acid supplementation patterns at the same dietary protein level. All data were analyzed by one-way ANOVA for a randomized complete block design using the SPSS statistical software package SPSS differences between diets were separated by Duncan’s multiple range tests. All data were expressed as the mean ± SE. A difference was considered significant at P which was consistent with previous research [23–25]. We also found that a 4% reduction in dietary protein with balanced for 10 EAAs had no negative effect on pig growth performance P > However, if only balanced for Lys, Met, Thr and Trp, 4% reduction of dietary protein increased F/G ratio, indicating other essential amino acids were lacking in the low protein diets. In 25–50 kg pigs, Val supplementation significantly increased ADFI and ADG P reduction of feed intake in Ile alone group in 50–75 kg phase was smaller than that in 25–50 kg phase, which indicated that the lack of Val was relieved in 50–75 kg phase. In both 75–100 kg phase and 100–125 kg phase, supplementation of Ile alone significantly improved the ADFI and ADG P suggesting dietary CP level had a greater influence on the organ index than amino acid balance emission of growing-finishing pigsAlbumin ALB and globulin in serum reflect protein synthesis and nutritional status. Serum urea nitrogen SUN was an end product of the metabolism of proteins and amino acids, and its concentration was negative correlated with the utilization of proteins and amino acids [36]. NH3-N is a metabolite of intestinal microbial decomposition of protein and amino acids, which reflects the utilization of protein and amino acids. In this study, with balanced 10 EAAs, a 2% or 4% reduction in dietary protein significantly decreased the concentration of SUN P < but did not affect serum TP, ALB and NH3-N contents Table 5. Similar results were found in Figueroa et al. [16], in which a 4% reduction of dietary protein significantly reduces the concentration of SUN in growing pigs. Furthermore, in low protein diet, addition of extra Ile significantly reduced the concentration of serum NH3-N P < compared with diet only balanced for Lys, Met, Thr and Trp. It was indicated that supplementation with Ile improved the amino acid balance in low protein diets and increased N utilization resulting in lower NH3-N levels. There was no significant difference in serum SUN, TP and ALB between the different amino acids addition diets, which was consistent with previous studies [18, 34]. Lordelo et al. [18] suggested that the changes in the concentration of serum amino acid and urea nitrogen had no aid in the identification of limiting amino acids in the diet. Table 5Blood profiles of finishing pigs fed low protein diet supplemented with different amino acids n = 6ItemHCPMCP −2, %LCP−4, % P 1 P 2 10 EAAs10 EAAs10 EAAsLys, Met, Thr,TrpLys, Met,Thr,Trp, IleLys, Met, Thr,Trp, ValLys, Met, Thr,Trp, Ile, ValSUN, mmol/ ± ± ± ± ± ± ± g/ ± ± ± ± ± ± ± g/ ± ± ± ± ± ± ± mg/ ± ± ± ± ± ± ± the dietary protein level and supplementation of crystalline amino acids is an effective way to reduce N excretion without affecting animal growth performance. In this study, when the dietary protein level was reduced by 2% or 4% and balancing 10 EAAs, total nitrogen excretion decreased by and respectively P < Table 6, which was consistent with previous studies [37, 38]. Also, the N intake and N excretion in 4% lower protein diet were and less than that of the 2% reduction diet, respectively. This result indicated that total N excretion could be reduced by for every one percent reduction in dietary protein, consisting with the previous summary [35]. In 4% lower protein diet, the total N excretion in groups supplemented with only Lys, Met, Thr and Trp was numerically higher than that of other groups. Specifically, in the 25–50 kg phase, the total N excretion was higher than that of 10 EAAs balanced diet and higher than that of Ile alone addition diet. In summary, both dietary protein levels and amino acid balance patterns would affect the utilization and excretion of N. Table 6Nitrogen balance of growing-finishing pigs fed low protein diet supplemented with different amino acids n = 6ItemHCPMCP − 2, %LCP− 4, % P 1 P 2 10 EAAs10 EAAs10 EAAsLys, Met,Thr,TrpLys, Met,Thr,Trp, IleLys, Met,Thr,Trp, ValLys, Met,Thr,Trp, Ile, Val PhaseI 25–50, kg N intake, g/ ± ± ± ± ± ± ± FN, g/ ± ± ± ± ± ± ± UN, g/ ± ± ± ± ± ± ± T N, g/ ± ± ± ± ± ± ± R N, g/ ± ± ± ± ± ± ± N retention, % ± ± ± ± ± ± ± N ABV, % ± ± ± ± ± ± ± Phase II 50–75, kg N intake g/d ± ± ± ± ± ± ± FN g/d ± ± ± ± ± ± ± UN g/d ± ± ± ± ± ± ± T N g/d ± ± ± ± ± ± ± R N g/d ± ± ± ± ± ± ± N retention rate % ± ± ± ± ± ± ± N ABV% ± ± ± ± ± ± ± Phase III 75–100, kg N intake, g/ ± ± ± ± ± ± ± FN, g/ ± ± ± ± ± ± ± UN, g/ ± ± ± ± ± ± ± T N, g/ ± ± ± ± ± ± ± R N, g/ ± ± ± ± ± ± ± N retention, % ± ± ± ± ± ± ± N ABV, % ± ± ± ± ± ± ± Phase IV 100–125, kg N intake, g/ ± ± ± ± ± ± ± FN, g/ ± ± ± ± ± ± ± UN, g/ ± ± ± ± ± ± ± T N, g/ ± ± ± ± ± ± ± R N, g/ ± ± ± ± ± ± ± N retention, % ± ± ± ± ± ± ± N ABV, % ± ± ± ± ± ± ± nitrogen in urine is mainly in the form of urea. When mixed with faeces, urea can be quickly decomposed into carbon dioxide and ammonia by the urease in the faeces [39, 40]. Therefore, the volatilization of ammonia in pig excreta is closely related to the amount of nitrogen excretion. Several studies found that low-protein diets can reduce nitrogen excretion and ammonia emissions [41, 42]. In this study, 2% lower protein diet with balanced 10 EAAs significantly decreased slurry ammonia volatilization at 4 h in each phaseP < 4% lower dietary protein diet significantly decreased slurry ammonia volatilization at 0 h and 4 h in each phase P < Table 7. However, there was no significant difference in slurry ammonia volatilization at 0 h and 4 h between the different amino acids balanced patterns of low protein diets. It suggested that the volatilization of excrement ammonia was mainly affected by dietary protein level. Table 7Slurry NH3 emission of growing-finishing pigs fed low protein diet supplemented with different amino acids n = 6ItemHCPMCP − 2, %LCP − 4, % P 1 P 2 10 EAAs10 EAAs10 EAAsLys, Met,Thr,TrpLys, Met,Thr,Trp, IleLys, Met,Thr,Trp, ValLys, Met,Thr,Trp, Ile, Val 0 h, mg/m 3 Phase I 50, ± ± ± ± ± ± ± Phase II 75, ± ± ± ± ± ± ± Phase III 100, ± ± ± ± ± ± ± Phase IV 125, ± ± ± ± ± ± ± 4 h, mg/m 3 Phase I 50, ± ± ± ± ± ± ± Phase II 75, ± ± ± ± ± ± ± Phase III 100, ± ± ± ± ± ± ± Phase IV 125, ± ± ± ± ± ± ± together, 2% or 4% decreases in dietary protein levels with balanced 10 EAAs had no significant effects on growth performance and carcass characteristics but significantly reduced nitrogen excretion in pigs. In 4% lower protein diets, Val supplementation significantly increased body weight gain at 25-50 kg phase, while Ile supplementation at 75-100 kg phase and 100–125 kg phase significantly reduced the ratio of feed to gain. The total N excretion of pigs supplemented with only Lys, Met, Thr and Trp was numerically higher than that of pigs fed with extra Ile, or Val, or Ile + Val diets. These results indicated that in low protein diet, Val is more required than Ile in the early growing phage 25–50 kg, while Ile becomes more required in the late growing and finishing phage 75–125 kg.Additional file AcknowledgementsWe thank Dr. Hui Yan of Washington University in St. Louis for editing the acidsADFIAverage daiy feed intakeADGAverage daiy gainALBAlbuminCPCrude proteinEAAEssential amnio acidsF/GFeed to gain ratioNENet energyNH3-NAmmonia nitrogenNRCNational research councilTPTotal proteinAuthors’ contributionsYMZ and BY designed and performed the experiment, analyzed the data and wrote the paper. GT, DWC, PZ and JY helped to design the experiment. JH, XMB, ZQH, YHL and JQL helped to performe the experiment and collect samples. All authors read and approved the final study was supported by the Grant from the Science and Technology Support Program of Sichuan Province 2015NZ0042, 2016NZ006 and National Key R&D Program of China 2018YFD0500605.Availability of data and materialsThe data analyzed during the current study are available from the corresponding author on reasonable approvalThe experimental protocols used in the current study were reviewed and approved by the Animal Care and Use Committee of Sichuan Province Case No. SYXK Sichuan, China2014–187 and followed the guidelines for animal welfare established by this for publicationNot interestsThe authors declare that they have no competing interestsReferences1. Kendall DC, Gaines AM, Kerr BJ, Allee GL. True ileal digestible tryptophan to lysine ratios in ninety- to one hundred twenty-five-kilogram barrows. J Anim Sci. 2007;85113004–3012. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]2. Chen HY, Yi XW, Zhang GJ, Lu N, Chu LC, Thacker PA, et al. Studies on reducing nitrogen excretion I. net energy requirement of finishing pigs maximizing performance and carcass quality fed low crude protein diets supplemented with crystalline amino acids. J Anim Sci Biotechnol. 2011;02284–93. [Google Scholar]3. Kerr BJ. Page139-158 in 9th international symposium on digestive physiology in pigs. Banff, Alberta Canadap; 2003. Dietary manipulation to reduce environmental impact; pp. 14–17. [Google Scholar]4. Kerr BJ, Mckeith FK, Easter RA. Effect on performance and carcass characteristics of nursery to finisher pigs fed reduced crude protein, amino acid-supplemented diets. J Anim Sci. 1995;732433–440. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]5. Jin CF, Kim JH, Han IK, Bea SH. Effects of supplemental synthetic amino acids to the low protein diets on the performance of growing pigs. Asian Australas J Anim Sci. 1998;1111–7. doi [CrossRef] [Google Scholar]6. Qin CF, Huang P, Qiu K, Sun WJ, Xu L, Zhang X, et al. Influences of dietary protein sources and crude protein levels on intracellular free amino acid profile in the longissimus dorsi muscle of finishing gilts. J Anim Sci Biotechnol. 2015;6152. doi [PMC free article] [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]7. Kerr BJ, Southern LL, Bidner TD, Friesen KG, Easter RA. Influence of dietary protein level, amino acid supplementation, and dietary energy levels on growing-finishing pig performance and carcass composition. J Anim Sci. 2003;81123075–3087. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]8. Yi XW, Zhang SR, Yang Q, Yin HH, Qiao SY. Influence of dietary net energy content on performance of growing pigs fed low crude protein diets supplemented with crystalline amino acids. J Swine Health Prod. 2010;186294–300. doi [CrossRef] [Google Scholar]9. Figueroa JL, Lewis AJ, Miller PS, Fischer RL, Gómez RS, Diedrichsen RM. Nitrogen metabolism and growth performance of gilts fed standard corn-soybean meal diets or low-crude protein, amino acid-supplemented diets. J Anim Sci. 2002;80112911–2919. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]10. Agricultural Research Council ARC The nutrient requirements of pigs. Commonwealth agricultural Bureaux. Slough Farnham Royal; 1981. [Google Scholar]11. Roux ML, Donsbough AL, Waguespack AM, Powell S, Bidner TD, Payne RL, et al. Maximizing the use of supplemental amino acids in corn-soybean meal diets for 20- to 45-kilogram pigs. J Anim Sci. 2011;8982415–2424. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]12. Mavromichalis I, Webel DM, Emmert JL, Moser RL, Baker DH. Limiting order of amino acids in a low-protein corn-soybean meal-whey-based diet for nursery pigs. J Anim Sci. 1998;76112833–2837. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]13. Harper AE, Benevenga NJ, Wohlhueter RM. Effects of ingestion of dispropor tionate amounts of amino acids. Physiol Rev. 1970;503428. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]14. Spolter PD, Harper AE. Effect of leucine-isoleucine and valine antagonism and comparison with the effect of ethionine on rat liver regeneration. Arch Biochem Biophys. 1963;1003369–377. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]15. Ren M, Liu C, Zeng XF, Yue LY, Mao XB, Qiao SY, et al. Amino acids modulates the intestinal proteome associated with immune and stress response in weaning pig. Mol Biol Rep. 2014;4163611. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]16. Figueroa JL, Lewis AJ, Miller PS, Fischer RL, Diedrichsen RM. Growth, carcass traits, and plasma amino acid concentrations of gilts fed low-protein diets supplemented with amino acids including histidine, isoleucine, and valine. J Anim Sci. 2003;8161529–1537. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]17. Theil PK, Fernandez JA, Danielsen V. Valine requirement for maximal growth rate in weaned pigs. Livest Prod Sci. 2004;881–299–106. doi [CrossRef] [Google Scholar]18. Lordelo MM, Gaspar AM, Le BL, Freire J. Isoleucine and valine supplementation of alow-protein corn-wheat-soybean meal-based diet for piglets growth performance and nitrogen balance. J Anim Sci. 2008;86112936–2941. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]20. Noblet J, Fortune H, Shi XS, Dubois S. Prediction of net energy value of feeds for growing pigs. J Anim Sci. 1994;722344–354. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]21. Association of Official Analytical Chemists AOAC. AOAC official method Protein crude in animal feed and pet food-copper catalyst Kjeldahl method. In Horwitz W, editor. AOAC official methods for analysis. 14th ed. Gaithersburg; Fancher BI, Jensen LS. Male broiler performance during the starting and growing periods as affected by dietary protein, essential amino acids, and potassium levels. PoultryScience. 1989;68101385–1395. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]23. Hansen JA, Knabe DA, Burgoon KG. Amino acid supplementation of low-protein sorghum-soybean meal diets for 5- to 20-kilogram swine. J Anim Sci. 1993;712452. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]24. Le BL, Van MJ, Dubois S, Noblet J. Energy utilization of low-protein diets in growing pigs. J Anim Sci. 2001;7951259. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]25. Madrid J, Martínez S, López C, Orengo J, López MJ, Hernández F. Effects of low protein diets on growth performance, carcass traits and ammonia emission of barrows andgilts. Anim Prod Sci. 2013;532146–153. doi [CrossRef] [Google Scholar]26. Gloaguen M, Le FHN, Brossard L, Barea R, Primot Y, Corrent E. Response of piglets to the valine content in diet in combination with the supply of other branched-chain amino acids. Animal. 2011;5111734–1742. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]27. Goto S, Nagao K, Bannai M, Takahashi M, Nakahara K, Kangawa K. Anorexia in rats caused by a valine-deficient diet is not ameliorated by systemic ghrelin treatment. Neuroscience. 2010;1661333–340. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]28. Nakahara K, Takata S, Ishii A, Nagao K, Bannai M, Takahashi M. Somatostatin is involved in anorexia in mice fed a valine-deficient diet. Amino Acids. 2012;4241397–1404. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]29. Zheng LF, Wei HK, Cheng CS, Xiang Q, Pang J, Pang J. Supplementation of branched-chain amino acids to a reduced-protein diet improves growth performance in piglets involvement of increased feed intake and direct muscle growth-promoting effect. Br J Nutr. 2016;115121. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]30. Noblet J, Henry Y, Dubois S. Effect of protein and lysine levels in the diet on body gain composition and energy utilization in growing pigs. J Anim Sci. 1987;653717–726. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]31. Goodson J, Rademacher M. NE-net energy-system for swine. Feed Manage. 2005;56227–30. [Google Scholar]32. Knowles TA, Southern LL, Bidner TD, Kerr BJ, Friesen KG. Effect of dietary fiber or fat in low-crude protein, crystalline amino acid-supplemented diets for finishing pigs. J Anim Sci. 1998;76112818. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]33. Dourmad JY, Henry Y, Bourdon D, Quiniou N. Effect of growth potential and dietary protein input on growth performance, carcass characteristics and nitrogen output in growing-finishing pigs. In Verstegen MWA, Hartog LAD, Kempen GJM, Metz JHM, editors. Nitrogen flow in pig production and environmental consequences. Wageningen EAAP publication no. 69, Pudoc scientific Publisher; 1993. pp. 206–211. [Google Scholar]34. Jiao X, Ma W, Chen Y. Effects of amino acids supplementation in low crude protein diets on growth performance, carcass traits and serum parameters in finishing gilts. Anim Sci J. 2016;87101252–1257. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]35. Peng X, Hu L, Liu Y, Yan C, Fang ZF, Lin Y, et al. Effects of low-protein diets supplemented with indispensable amino acids on growth performance, intestinal morphology and immunological parameters in 13 to 35 kg pigs. Animal. 2016;10111–9. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]36. Coma J, Zimmerman DR, Carrion D. Relationship of rate of lean tissue growth and other factors to concentration of urea in plasma of pigs. J Anim Sci. 1995;73123649. doi [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]37. Portejoie S, Dourmad JY, Martinez J, Lebreton Y. Effect of lowering dietary crude protein on nitrogen excretion, manure composition and ammonia emission from fattening pigs. Livest Prod Sci. 2004;91145–55. doi [CrossRef] [Google Scholar]38. Deng D, Huang RL, Li TJ, Wu GY, Xie MY, Tang ZR, et al. Nitrogen balance in barrows fed low-protein diets supplemented with essential amino acids. Livest Sci. 2007;1091–3220–223. doi [CrossRef] [Google Scholar]39. Monteny GJ, Erisman JW. Ammonia emission from dairy cow buildings a review of measurement techniques, influencing factors and possibilities for reduction. Neth J Agric Sci. 1998;463225–247. [Google Scholar]40. Aarnink AJA, Verstegen MWA. Nutrition, key factor to reduce environmental load from pig production. Livest Sci. 2007;1091194–203. doi [CrossRef] [Google Scholar]41. Latimier P, Dourmad JY. Effect of three protein feeding strategies, for growing-finishing pigs, on growth performance and nitrogen output in the slurry and in the air. In Verstegen MWA, Hartog LAD, Kempen GJM, Metz JHM, editors. Nitrogen flow in pig production and environmental consequences. Wageningen EAAP publication no. 69, Pudoc scientific Publisher; 1993. pp. 242–245. [Google Scholar]42. O’Connell JM, Callan JJ, O’Doherty JV. The effect of dietary crude protein level, cereal type and exogenous enzyme supplementation on nutrient digestibility, nitrogen excretion, faecal volatile fatty acid concentration and ammonia emissions from pigs. Anim Feed Sci Technol. 2006;127173–88. doi [CrossRef] [Google Scholar]Articles from Journal of Animal Science and Biotechnology are provided here courtesy of BioMed Central
Genus- Salah satu bentuk pengelompokan kalsifikasi mahluk hidup yang tingkatnya di atas spesies, Filum - Penggolongan klasifikasi hewan/tumbuhan (subfilum, kelas, ordo, famili, genus, dan spesies), Taksonomi - Klasifikasi bidang ilmu, Organisme - Sejenis makhluk hidup (tumbuhan, hewan, dsb), Kloning - Menduplikatkan mahkluk hidup, Jasad - Tubuh makhluk hidup, Air - Senyawa yang dibutuhkan NilaiJawabanSoal/Petunjuk ALBINO Kondisi Makhluk Hidup Yang Kekurangan Pigmen ALBINISME Sifat atau kondisi yang menunjukkan tubuh tidak dapat membentuk zat pigmen atau zat warna kulit ZAT 1 wujud; hakikat Allah; - Allah; 2 pokok isi sesuatu; sesuatu yang menyebabkan sesuatu menjadi ada; 3 Kim bahan yang merupakan pembentuk bagian-b... PIGMEN Zat Warna Tubuh JASAD Tubuh makhluk hidup ANATOMI Ilmu yang mempelajari struktur makhluk hidup MORFOLOGI Adaptasi makhluk hidup berdasarkan bentuk tubuh NUTRIEN Zat yang dibutuhkan makhluk hidup untuk tumbuh ORGANISME Sejenis makhluk hidup tumbuhan, hewan, dsb METABOLISME Semua proses kimiawi yang terjadi dalam tubuh makhluk hidup PARAKORI Makhluk yang hidup dalam tubuh makhluk lain tanpa menjadi parasitnya BULAI Putih seluruh tubuh dan rambutnya karena kekurangan pigmen; balar; sabun MELAMIN Pigmen atau zat warna yang ditemukan dalam kulit dan rambut MELANOID Memiliki pigmen atau zat warna gelap cokelat tua atau hitam MELANIN Pigmen atau zat warna yang ditemukan dalam kulit, rambut, bulu, dan mata IMPLAN Bahan Buatan Yang Ditempel Pada Makhluk Hidup BIOKIMIA Senyawa kimia dan proses kimia yang terdapat dalam sel atau tubuh makhluk hidup ENZIM Molekul protein pada sel hidup sebagai katalisator proses kimia dalam tubuh makhluk hidup PROTOPLASMA Zat hidup dalam sel tumbuhan dan hewan EDUN Ikan laut atau payau, bentuk dan warna tubuh menyerupai batu, hidup di dasar perairan tropis Allenbatrachus grunniens MENATO Melukis pd kulit tubuh dengan cara menusuki kulit dengan jarum halus kemudian memasukkan zat warna ke dalam bekas tusukan itu HEWAN Makhluk hidup yang dapat merasa dan bergerak, tetapi tidak dapat berpikir; binatang; - ternak hewan yang dipelihara dan diternakkan; urusan tt hal b... KEHIJAU-HIJAUAN Agak hijau; - asetat Kim zat warna hijau krom biru kekuningan dibuat dari timbel asetat; - paris Kim pigmen hijau biru jernih, sering digunakan seb... FLAVONOID Kim 1 sekelompok metabolit sekunder tumbuhan tertentu; ada yang berupa pigmen, fitoaleksin, atau insektisida alamiah; 2 kelompok aromatik, mengandung... EKOSISTEM Sistem Ekologi Hubungan Makhluk Hidup Dengan Lingkungannya Ditempat ini, makhluk hidup, bisa berupa binatang maupun hewan, bertahan hidup serta berkembang biak. Tempat tinggal ini secara spesifik menunjuk pada lingkungan fisik. Lingkungan fisik ini digunakan oleh makhluk hidup tersebut untuk bertahan hidup. Dalam beberapa keadaan, lingkungan fisik ini juga bisa mempengaruhi makhluk hidup tersebut.
This article contains content about features that are unused, but are still in the current features may only be obtainable through commands, or even only mods. For articles on other pig-like creatures, see Pigs Disambiguation. A pigman is a pig in a humanoid form that originally were going to inhabit villages. Although not implemented, their skin can be found within the game files, and their zombified counterpart, Zombie Pigman, now known as zombified piglins, have been part of the Nether since the Minecraft Alpha Halloween Update. It has the same dimensions as a player, and has no coding present within the game that spawns it. History[] Minecraft user Miclee made up the idea for pigmen. He was given the bacon cape as a reward. However, when Notch was asked for personal capes by other users, the bacon cape was taken away from Miclee to prevent further commotion. Notch mentioned April 25, 2011 that he might add pigmen as villages' townspeople.[1] In Beta Pre-releases, a different villager mob was introduced. Regular pig models were changed in Beta to have a protruding snout. Whether this will be applied to Pigmen in the future is unknown, although possibly unlikely due to the fact stated above of sharing the same shape as other entities. Oh,ok,Pigmen! Trivia[] Pigmen have the same shape as zombies, humans, drowned, husks, and players Java edition only, as BE has 3D skins. The model used in the source is called a "Biped." A lot of other models uses this as a base, such as the creeper model. The Pigmen were originally body guards that can equip any armor the player gives it. The Pigman is reincarnated in the form of similar mobs such as Piglins, Piglin Brutes and Zombified Piglins. There is a title screen splash which reads "Oh, ok, Pigmen!" The Pigman skin texture in can be used like any other skins. The Pigman available as a skin for the Xbox version of the game through one of the skin packs. As of the texture has been deleted. In later versions of Pigmen, though not Zombified Piglins, rubies the previous version of emeralds could be traded for items. See also[] Villager Player Pig Zombified Piglin Piglin Gallery[] Pigman in Minecraft PE!A pigman. References[] ↠Mobs in Minecraft Passive Mobs Bat Cat Chicken Cow Fish various Fox Glow Squid Horse Mooshroom Brown Mooshroom Ocelot Parrot Pig Rabbit Sheep Snow Golem Squid Strider Turtle Villager Wandering Trader Neutral Mobs Axolotl Bee Dolphin Enderman Goat Iron Golem Llama Panda Piglin Polar Bear Spider Cave Spider Wolf Zombified Piglin Hostile Mobs Blaze Creeper Drowned Ender Dragon Endermite Evoker Evoker Fang Ghast Guardian Elder Guardian Hoglin Husk Magma Cube Phantom Piglin Brute Pillager Ravager Shulker Silverfish Skeleton Slime Spider Jockey Stray Vex Vindicator Warden Witch Wither Wither Skeleton Wither Skeleton Jockey Zoglin Zombie Zombie Villager
Protozoahidup di air atau setidaknya di tempat yang basah. Mereka umumnya hidup bebas dan terdapat di lautan, lingkungan air tawar, atau daratan. Beberapa spesies bersifat parasitik, hidup pada organisme inang. Inang protozoa yang bersifat parasit dapat berupa organisme sederhana seperti algae, sampai vertebrata yang kompleks, termasuk manusia

Tidak semua orang memiliki warna kulit yang sama. Beberapa orang ada yang mengalami kelainan pigmentasi kulit yang disebabkan oleh faktor genetik, kondisi lingkungan, serta jumlah melanin dalam tubuh. Yuk, kenali apa itu pigmentasi dan jenis-jenis kelainan pigmen kulit selengkapnya dalam artikel berikut ini. Apa itu pigmentasi? Banyak orang yang salah mengartikan pigmentasi sebagai kelainan pigmen pada kulit bernama hiperpigmentasi. Faktanya, pigmentasi adalah proses pewarnaan alami akibat adanya pigmen kulit. Pigmen kulit yang berperan memberi warna pada kulit, rambut, dan bola mata dikenal bernama melanin. Melanin dihasilkan oleh sel-sel melanosit. Akan tetapi, sel-sel ini dapat mengalami kerusakan akibat faktor genetik, paparan sinar matahari terlalu lama atau berlebihan, efek samping pengobatan, hingga kondisi medis tertentu. Jika sel-sel melanosit mengalami kerusakan maka terjadi kelainan pigmen kulit. Kondisi ini umumnya terbagi menjadi dua kondisi. Pertama, hiperpigmentasi ketika jumlah pigmen pemberi warna terlalu banyak. Semakin banyak pigmen melanin yang dimiliki seseorang maka warna kulitnya akan semakin gelap. Sedangkan, hipopigmentasi ketika jumlah pigmen pemberi warna terlalu sedikit sehingga warna kulit akan cenderung lebih terang daripada kulit normal di sekitarnya atau dikenal dengan. Jenis-jenis kelainan pigmentasi kulit Kelainan pigmentasi terdiri dari berbagai jenis. Kemunculannya ada yang hanya terdapat pada sebagian kecil area kulit tertentu, tetapi ada pula yang menyerang seluruh kulit tubuh. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, kelainan pigmentasi kulit terbagi menjadi dua kondisi, yaitu hiperpigmentasi dan hipopigmentasi. Apa perbedaan keduanya? 1. Hiperpigmentasi kulit Hiperpigmentasi adalah kondisi kelainan pigmen kulit yang ditandai dengan munculnya bercak gelap pada kulit. Masalah kulit ini dapat disebabkan oleh produksi melanin secara berlebihan. Alhasil, bercak kulit menggelap muncul lebih banyak dibandingkan kulit normal di sekitarnya. Ada beberapa faktor atau kondisi yang dapat meningkatkan produksi melanin dalam tubuh sehingga muncul kondisi hiperpigmentasi kulit. Misalnya Peradangan atau cedera pada kulit, seperti jerawat, luka gores, atau luka bakar. Paparan sinar matahari terlalu sering atau lama. Penuaan kulit. Perubahan hormon, termasuk selama hamil atau akibat kondisi medis tertentu. Penggunaan obat-obat tertentu, seperti pil KB, obat kemoterapi, serta obat yang dapat meningkatkan sensitivitas kulit terhadap matahari. Penyakit Addison, yakni kondisi medis yang menyerang kelenjar adrenal, tetapi dapat menyebabkan hiperpigmentasi kulit pada beberapa area tubuh yang mudah terpapar sinar matahari. Contohnya, wajah, leher, tangan, siku, dan lutut. Hemokromatosis, yaitu kondisi yang menyebabkan tubuh memiliki kadar zat besi terlalu banyak. Produksi pigmen melanin berlebih membuat kulit jadi lebih gelap Jenis-jenis hiperpigmentasi kulit, meliputi Melasma, merupakan kondisi yang ditandai dengan munculnya bercak gelap yang luas pada kulit, terutama pada area wajah, tetapi juga dapat muncul pada area kulit lain, termasuk perut. Melasma adalah jenis hiperpigmentasi kulit yang disebabkan oleh perubahan hormon. Kondisi kulit ini umum terjadi pada wanita hamil. Lentigo adalah bintik-bintik berwarna cokelat atau hitam pada kulit. Biasanya, bintik lentigo terdapat pada area kulit yang sering terpapar sinar matahari dalam jangka panjang selama bertahun-tahun. Misalnya, wajah, tangan, dan bahu. Post-inflammatory hyperpigmentation atau hiperpigmentasi pascainflamasi. Hiperpigmentasi ini dapat terjadi akibat adanya peradangan atau cedera pada kulit, seperti jerawat, eksim, hingga lupus. Maka dari itu, ada beberapa area kulit yang warnanya lebih gelap dibandingkan bagian kulit lain setelah terjadinya peradangan tersebut. Hiperpigmentasi kulit akibat penggunaan obat-obatan. Penggunaan obat-obatan, seperti obat antimalaria, obat antidepresan golongan trisiklik, hingga obat kemoterapi. Selain itu, bahan kimia dalam sejumlah obat oles juga dapat memicu hiperpigmentasi. 2. Hipopigmentasi kulit Hipopigmentasi adalah masalah kulit yang terjadi akibat kurangnya pigmen melanin, sehingga muncul bercak-bercak kulit berwarna lebih terang daripada kulit normal di sekitarnya. Kondisi ini dapat dialami pada orang dari semua ras, tetapi mungkin lebih mudah terlihat pada orang dengan kulit lebih gelap karena kontras antara warna kulit alami dan bercak putih. Pada dasarnya, penyebab hipopigmentasi adalah adanya riwayat kerusakan pada jaringan kulit, seperti infeksi kulit, lecet, peradangan, luka bakar, hingga trauma lain pada kulit. Vitiligo salah satu contoh gangguan pigmentasi kulit Jenis-jenis hipopigmentasi kulit adalah sebagai berikut. Albinisme. Albinisme adalah kondisi kelainan akibat mutasi genetik sehingga membuat warna kulit terlalu pucat bahkan tidak berwarna sama sekali. Vitiligo adalah kondisi yang menyebabkan warna kulit menjadi lebih terang daripada warna kulit di sekitarnya. Para ahli percaya bahwa penyakit autoimun yang menyebabkan rusaknya sel-sel pembentuk pigmen melanin. Pityriasis alba adalah kondisi kulit yang berwarna putih yang sebelumnya sempat memerah dan mengelupas. Penyebab pastinya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi dipercaya ada kaitannya dengan eksim dan paparan sinar matahari. Adakah cara mengatasi kelainan pigmen kulit? Pada dasarnya, kelainan pigmen kulit bukan merupakan kondisi yang berbahaya. Akan tetapi, kemunculannya tentu dapat menurunkan rasa percaya diri, bahkan mengganggu penampilan. Untuk mengatasi kelainan pigmen kulit, hal ini tergantung pada kondisi kulit yang dialami. Maka dari itu, Anda disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis kulit terlebih dahulu guna mendapatkan rekomendasi pengobatan atau perawatan yang tepat. Berikut adalah cara mengatasi kelainan pigmen kulit yang umumnya direkomendasikan oleh dokter. Misalnya 1. Penggunaan salep atau obat oles Penggunaan salep dengan kandungan tertentu bisa menjadi solusi Salah satu cara mengatasi kelainan pigmen kulit bisa dengan penggunaan salep atau obat oles. Untuk mengatasi kelainan pigmen kulit akibat produksi melanin terlalu berlebih, Anda dapat menggunakan salep azelaic acid, kortikosteroid, hidrokuinon, kojic acid, retinoid, vitamin C, dan niacinamide. Salep kortikosteroid juga dapat digunakan untuk mengurangi perubahan warna kulit akibat hipopigmentasi. Pada penderita pityriasis alba misalnya, krim antiradang mungkin diresepkan guna melembapkan sekaligus mempercepat proses penyembuhan. Sedangkan, kasus hipopigmentasi yang disebabkan oleh panu, krim antijamur akan diresepkan untuk membunuh jamur yang hidup pada kulit. Dengan begitu, hipopigmentasi kulit dapat berangsur sembuh. 2. Prosedur perawatan kulit tertentu Chemical peeling dilakukan untuk mempercepat regenerasi sel kulit Pada beberapa kasus, dokter mungkin akan merekomendasikan prosedur perawatan kulit tertentu guna meningkatkan atau meratakan warna kulit. Beberapa prosedur perawatan kulit yang dimaksud, antara lain Dermabrasi, yaitu prosedur pengelupasan kulit menggunakan alat khusus yang berputar untuk mengangkat lapisan luar kulit. Chemical peeling, yakni prosedur yang dilakukan untuk mengangkat lapisan kulit paling atas sehingga mempercepat regenerasi sel kulit. Dengan ini, area kulit yang terkelupas akan tergantikan dengan sel kulit baru yang lebih sehat. Terapi laser atau laser resurfacing. Prosedur perawatan untuk mengatasi masalah kulit akibat faktor usia, paparan sinar matahari, hingga perubahan hormon. Namun pada kasus jenis hipopigmentasi seperti vitiligo, ada beberapa perawatan kulit tertentu yang dapat dilakukan untuk mengurangi bercak putih pada kulit. Salah satunya adalah terapi menggunakan UVB yang dilakukan 2-3 kali dalam seminggu selama beberapa bulan lamanya. Sementara itu, hingga saat ini belum ada pengobatan untuk mengatasi hipopigmentasi oleh penderita albinisme. Baca Juga10 Cara Menghilangkan Hitam di Leher yang Mengganggu PenampilanPilih Krim Penghilang Flek Hitam dengan Kandungan yang Cocok untuk Kulit AndaEnzim Katalase, Si Penjaga Tubuh dari Beragam Penyakit Pigmentasi merupakan hal yang normal terjadi. Pigmentasi kulit dapat mengalami gangguan apabila produksi melanin terjadi secara berlebihan hiperpigmentasi, serta jika produksi melanin terlalu sedikit hipopigmentasi. Pada dasarnya, kedua kondisi ini tidak membahayakan. Akan tetapi, jika Anda merasa masalah kulit ini dapat mengganggu penampilan dan menurunkan rasa percaya diri. Segera konsultasikan dengan dokter spesialis kulit. Anda pun dapat bertanya langsung dengan dokter di aplikasi kesehatan keluarga SehatQ. Download sekarang di App Store dan Google Play.

.
  • vav55phfgo.pages.dev/340
  • vav55phfgo.pages.dev/173
  • vav55phfgo.pages.dev/792
  • vav55phfgo.pages.dev/375
  • vav55phfgo.pages.dev/219
  • vav55phfgo.pages.dev/883
  • vav55phfgo.pages.dev/645
  • vav55phfgo.pages.dev/914
  • vav55phfgo.pages.dev/785
  • vav55phfgo.pages.dev/819
  • vav55phfgo.pages.dev/837
  • vav55phfgo.pages.dev/944
  • vav55phfgo.pages.dev/677
  • vav55phfgo.pages.dev/328
  • vav55phfgo.pages.dev/465
  • kondisi makhluk hidup kekurangan pigmen